nama: Noni Marine Nindya
kelas: 2KA18
NPM: 15111203
Latar belakang:
Menikah merupakan suatu sunnah
nabi, yang dimana di pernikahan itu akan mendatangkan suatu berkah,
membentuk keluarga, keturunan, dan manfaat baik lainnya, menikah juga harus
mempunyai banyak persiapan, fisik dan mental, materil dan immaterial.
Hal terpenting dalam menikah adalah
akad nikah untuk agama Islam untuk men-sahkan mereka sebagai suami-istri,
dimana pasangan mengucapkan akad dan penyerahan mas kawin sesuai syariah.
akad bisa di
lakukan di KUA (Kantor Urusan Agama) atau di rumah mempelai lelaki atau wanita
namun berharap lancarnya dalam persiapan pernikahan, terhambat dengan
administrasi pada KUA yang meminta sejumlah uang demi kelancaran administrasi
dsb, bahkan uang administrasi tersebut bisa mencapai 100% dari seharusnya, apalagi
jika akad nikah di lakukan di luar KUA.
Pungutan liar (pungli) di Indonesia
benar-benar telah menggurita. Bahkan pungli ada di lembaga negara yang bergerak
di bidang keagamaan seperti Kantor Urusan Agama (KUA). Jumlahnya tak main-main,
bisa mencapai Rp 1,2 triliun per tahun!
Pungli sejatinya adalah bagian dari
korupsi yang menjadi musuh terbesar negara. Aktornya sebenarnya adalah para
serdadu-serdadu liar yang berada di berbagai daerah. Meskipun hanya sebagai
serdadu-serdadu liar, kalau dibiarkan terus jelas akan menjadi ganas dan akan
menggerogoti tubuh negara. Sementara fokus kita sebagai khalayak saat ini lebih
tertuju pada mereka yang diseret oleh KPK pada kasus-kasus besar. Padahal di
sekeliling kita, sangat banyak praktik korupsi berupa pungutan liar yang
semakin merajalela. Di sini jelas, perlu kerjasama dalam mengawasi tingkah laku
aparat daerah yang menjurus ke arah korupsi.
Inspektur Jenderal Kementerian Agama (Irjen Kemenag) M Jasin mengatakan pungli paling besar yang terjadi di KUA terkait dengan penghulu pernikahan. Banyak pungutan liar yang dilakukan oleh penghulu kepada pihak yang meminta dinikahkan. Ironisnya, pungutan liar itu ditargetkan oleh KUA asal si penghulu.
Inspektur Jenderal Kementerian Agama (Irjen Kemenag) M Jasin mengatakan pungli paling besar yang terjadi di KUA terkait dengan penghulu pernikahan. Banyak pungutan liar yang dilakukan oleh penghulu kepada pihak yang meminta dinikahkan. Ironisnya, pungutan liar itu ditargetkan oleh KUA asal si penghulu.
Permasalahan:
-bagaimana
memberantas pungutan liar di KUA?
-haruskah ada
pengawasan dari banyak pihak terkait?
-cara mereka
memanfaatkan calon mempelai untuk meminta sejumlah uang demi kelancaran proses
administrasi?
-bagaimana dengan
para calon mempelai dari kalangan tidak mampu dan mereka harus membayar dengan
jumlah ratusan ribu bahkan jutaan?
-haruskah biaya
nikah di KUA di hapuskan?
Landasan teori:
Pungutan sebagian besar terjadi pada
saat penghulu meminta biaya pernikahan dari pasangan yang telah mendaftar ke
KUA. ,Jumlah rata-rata biaya yang diminta dari setiap pernikahan mencapai
Rp500.000. Jumlah tersebut jauh melebihi ketentuan yang ditetapkan Rp30.000.
Setahun itu ada sekitar 2,5 juta pernikahan, kalau rata-rata 2,5 juta dikalikan
Rp500.000 bisa sampai Rp1,2 triliun.
Pungutan liar pengenaan biaya di tempat
yang tidak seharusnya biaya dikenakan atau dipungut. Kebanyakan pungli dipungut
oleh pejabat atau aparat, walaupun pungli termasuk ilegal dan digolongkan
sebagai KKN, tetapi kenyataannya hal ini masih banyak terjadi di Indonesia .
Adanya pungutan liar salah satunya
adalah mengenai jam kerja mereka dengan waktu mengadakan ijab qabul. Jam kerja
penghulu biasanya Senin sampai Jumat di mana sama seperti PNS pada umumnya,
sedangkan biasanya pernikahan dilakukan di hari libur mereka yaitu
Sabtu-Minggu. Di mana waktu tersebut adalah waktu yang harusnya mereka gunakan
untuk keluarga mereka namun karena tugas mulia, maka tidak ada alasan untuk
menolaknya.
Sekadar diketahui, praktik pungli
terjadi ketika ada pasangan yang mendaftar ke KUA untuk menikah.
Dari proses
pendaftaran tersebut, biasanya para petugas KUA minta jatah atau ongkos. Biaya
yang sebenarnya hanya Rp 30 ribu namun membengkak hingga ratusan ribu rupiah.
Praktik seperti
ini juga terjadi hingga ke daerah-daerah plosok, seperti yang ada di Kabupaten
Berau. Meski mengakui adanya praktik tersebut, namun Kepala Kantor Kementerian
Agama, Kabupaten Berau, Ambo Tang menilai hal tersebut bukanlah pungli, namun
kesepakatan antara pihak yang akan melangsungkan pernikahan dengan petugas KUA
Pemecahan masalah:
Maraknya pungutan liar (pungli) di Kantor
Urusan Agama (KUA) membuat pasangan yang ingin menikah dengan modal sedikit
mengalami kesulitan. Kondisi ini membuat geram kalangan Kementerian Agama dan
politisi Senayan.
Mereka memanfaatkan calon mempelai dengan
meminta sejumlah uang di mulai sejak kedua calon mempelai mendatangi KUA untuk
mengurusi pernikahan mereka,
Memberantas pungutan liar di KUA,
adalah masalah kita bersama dan pihak-pihak terkait, di lapangan menjelaskan
bahkan petugas terang-terangan untuk menjadi calo dalam melancarkan peresmian
pernikahan, asal calon mempelai bersedia memberikan sejumlah uang, untuk
menghilangkan sifat ini, dapat di dukung dari penegasan masyarakat, bahwa untuk
masalah uang administrasi yang sesuai dengan undang-undang dan hanya Rp. 30.000
bukan ratusan ribu atau jutaan sekalipun.
Pertama-tama di
mulai dari penegasan masyarakat bahwa mereka harus bisa memberikan penolakan
jika ada sesuatu yang di luar dari aturan, Masyarakat pun diminta melapor jika
ada petugas KUA menetapkan biaya pencatatan nikah lebih dari Rp30.000. Dirjen
Bimbingan Masyarakat (Bimas) Islam Kemenag Abdul Djamil menegaskan pihaknya
tidak pernah membenarkan tindakan pungli biaya pencatatan nikah di luar
ketentuan dalam PP No 47/2004. Dalam peraturan itu disebutkan, tarif pencatatan
nikah hanya sebesar Rp30.000.
Kedua, dari pihak
terkait, dimana seperti Menteri Agama, yang mengeluarkan teguran ataupun sanksi
terhadap KUA atau seseorang yang terlibat dalam pungutan liar ini.
Ketiga, pengawasan
dari pihak terkait, setiap hari atau minggunya, misalnya seperti sidak pada
para anggota KUA.
Keempat, kesadaran
dari semua pihak yang memanfaatkan ini seba
gai cara untuk
meraup untung sebanyak-banyaknya padahal menikah itu adalah sunnah dan dosa
jika kita menghambat mereka demi kelancaran suatu proses sakral.
Kelima di
hapuskannya uang nikah di KUA.
Kritik dan Saran:
Menurut saya lebih
baik di hapuskan saja untuk uang administrasi, karena pemerintah pasti sudah
mengeluarkan uang banyak untuk berjalannya pelayanan pemerintahan.
Dan kasian bagi
calon mempelai yang tidak mampu, dan akhirnya mereka hanya bisa menikah siri
tanpa terdaftar pernikahannya secara Negara, pemerintah ataupun masyarakat harus
mencoba untuk melakukan suatu acara social seperti kawinan missal bagi warga
dari kalangan ke bawah.
Di buatkanlah juga
pengawasan khusus, untuk mengawasi jalannya pelayanan para pegawai KUA pada
warga, agar pungli tidak lagi terjadi.
No comments :
Post a Comment