January 08, 2013

Analisa tentang pungutan liar di KUA


nama: Noni Marine Nindya
kelas: 2KA18
NPM: 15111203

Latar belakang:
          Menikah merupakan suatu sunnah nabi, yang dimana di pernikahan itu akan mendatangkan suatu berkah, membentuk keluarga, keturunan, dan manfaat baik lainnya, menikah juga harus mempunyai banyak persiapan, fisik dan mental, materil dan immaterial.
          Hal terpenting dalam menikah adalah akad nikah untuk agama Islam untuk men-sahkan mereka sebagai suami-istri, dimana pasangan mengucapkan akad dan penyerahan mas kawin sesuai syariah.
akad bisa di lakukan di KUA (Kantor Urusan Agama) atau di rumah mempelai lelaki atau wanita namun berharap lancarnya dalam persiapan pernikahan, terhambat dengan administrasi pada KUA yang meminta sejumlah uang demi kelancaran administrasi dsb, bahkan uang administrasi tersebut bisa mencapai 100% dari seharusnya, apalagi jika akad nikah di lakukan di luar KUA.
          Pungutan liar (pungli) di Indonesia benar-benar telah menggurita. Bahkan pungli ada di lembaga negara yang bergerak di bidang keagamaan seperti Kantor Urusan Agama (KUA). Jumlahnya tak main-main, bisa mencapai Rp 1,2 triliun per tahun!
          Pungli sejatinya adalah bagian dari korupsi yang menjadi musuh terbesar negara. Aktornya sebenarnya adalah para serdadu-serdadu liar yang berada di berbagai daerah. Meskipun hanya sebagai serdadu-serdadu liar, kalau dibiarkan terus jelas akan menjadi ganas dan akan menggerogoti tubuh negara. Sementara fokus kita sebagai khalayak saat ini lebih tertuju pada mereka yang diseret oleh KPK pada kasus-kasus besar. Padahal di sekeliling kita, sangat banyak praktik korupsi berupa pungutan liar yang semakin merajalela. Di sini jelas, perlu kerjasama dalam mengawasi tingkah laku aparat daerah yang menjurus ke arah korupsi.
          Inspektur Jenderal Kementerian Agama (Irjen Kemenag) M Jasin mengatakan pungli paling besar yang terjadi di KUA terkait dengan penghulu pernikahan. Banyak pungutan liar yang dilakukan oleh penghulu kepada pihak yang meminta dinikahkan. Ironisnya, pungutan liar itu ditargetkan oleh KUA asal si penghulu.

Permasalahan:
-bagaimana memberantas pungutan liar di KUA?
-haruskah ada pengawasan dari banyak pihak terkait?
-cara mereka memanfaatkan calon mempelai untuk meminta sejumlah uang demi kelancaran proses administrasi?
-bagaimana dengan para calon mempelai dari kalangan tidak mampu dan mereka harus membayar dengan jumlah ratusan ribu bahkan jutaan?
-haruskah biaya nikah di KUA di hapuskan?

Landasan teori:
          Pungutan sebagian besar terjadi pada saat penghulu meminta biaya pernikahan dari pasangan yang telah mendaftar ke KUA. ,Jumlah rata-rata biaya yang diminta dari setiap pernikahan mencapai Rp500.000. Jumlah tersebut jauh melebihi ketentuan yang ditetapkan Rp30.000. Setahun itu ada sekitar 2,5 juta pernikahan, kalau rata-rata 2,5 juta dikalikan Rp500.000 bisa sampai Rp1,2 triliun.
          Pungutan liar pengenaan biaya di tempat yang tidak seharusnya biaya dikenakan atau dipungut. Kebanyakan pungli dipungut oleh pejabat atau aparat, walaupun pungli termasuk ilegal dan digolongkan sebagai KKN, tetapi kenyataannya hal ini masih banyak terjadi di Indonesia.
          Adanya pungutan liar salah satunya adalah mengenai jam kerja mereka dengan waktu mengadakan ijab qabul. Jam kerja penghulu biasanya Senin sampai Jumat di mana sama seperti PNS pada umumnya, sedangkan biasanya pernikahan dilakukan di hari libur mereka yaitu Sabtu-Minggu. Di mana waktu tersebut adalah waktu yang harusnya mereka gunakan untuk keluarga mereka namun karena tugas mulia, maka tidak ada alasan untuk menolaknya.
          Sekadar diketahui, praktik pungli terjadi ketika ada pasangan yang mendaftar ke KUA untuk menikah.
Dari proses pendaftaran tersebut, biasanya para petugas KUA minta jatah atau ongkos. Biaya yang sebenarnya hanya Rp 30 ribu namun membengkak hingga ratusan ribu rupiah.
Praktik seperti ini juga terjadi hingga ke daerah-daerah plosok, seperti yang ada di Kabupaten Berau. Meski mengakui adanya praktik tersebut, namun Kepala Kantor Kementerian Agama, Kabupaten Berau, Ambo Tang menilai hal tersebut bukanlah pungli, namun kesepakatan antara pihak yang akan melangsungkan pernikahan dengan petugas KUA

Pemecahan masalah:
          Maraknya pungutan liar (pungli) di Kantor Urusan Agama (KUA) membuat pasangan yang ingin menikah dengan modal sedikit mengalami kesulitan. Kondisi ini membuat geram kalangan Kementerian Agama dan politisi Senayan.  
          Mereka memanfaatkan calon mempelai dengan meminta sejumlah uang di mulai sejak kedua calon mempelai mendatangi KUA untuk mengurusi pernikahan mereka,
          Memberantas pungutan liar di KUA, adalah masalah kita bersama dan pihak-pihak terkait, di lapangan menjelaskan bahkan petugas terang-terangan untuk menjadi calo dalam melancarkan peresmian pernikahan, asal calon mempelai bersedia memberikan sejumlah uang, untuk menghilangkan sifat ini, dapat di dukung dari penegasan masyarakat, bahwa untuk masalah uang administrasi yang sesuai dengan undang-undang dan hanya Rp. 30.000 bukan ratusan ribu atau jutaan sekalipun.

Ada banyak cara agar pungutan liar di KUA tidak terjadi:

Pertama-tama di mulai dari penegasan masyarakat bahwa mereka harus bisa memberikan penolakan jika ada sesuatu yang di luar dari aturan, Masyarakat pun diminta melapor jika ada petugas KUA menetapkan biaya pencatatan nikah lebih dari Rp30.000. Dirjen Bimbingan Masyarakat (Bimas) Islam Kemenag Abdul Djamil menegaskan pihaknya tidak pernah membenarkan tindakan pungli biaya pencatatan nikah di luar ketentuan dalam PP No 47/2004. Dalam peraturan itu disebutkan, tarif pencatatan nikah hanya sebesar Rp30.000.

Kedua, dari pihak terkait, dimana seperti Menteri Agama, yang mengeluarkan teguran ataupun sanksi terhadap KUA atau seseorang yang terlibat dalam pungutan liar ini.

Ketiga, pengawasan dari pihak terkait, setiap hari atau minggunya, misalnya seperti sidak pada para anggota KUA.

Keempat, kesadaran dari semua pihak yang memanfaatkan ini seba
gai cara untuk meraup untung sebanyak-banyaknya padahal menikah itu adalah sunnah dan dosa jika kita menghambat mereka demi kelancaran suatu proses sakral.

Kelima di hapuskannya uang nikah di KUA.

Kritik dan Saran:

Menurut saya lebih baik di hapuskan saja untuk uang administrasi, karena pemerintah pasti sudah mengeluarkan uang banyak untuk berjalannya pelayanan pemerintahan.
Dan kasian bagi calon mempelai yang tidak mampu, dan akhirnya mereka hanya bisa menikah siri tanpa terdaftar pernikahannya secara Negara, pemerintah ataupun masyarakat harus mencoba untuk melakukan suatu acara social seperti kawinan missal bagi warga dari kalangan ke bawah.
Di buatkanlah juga pengawasan khusus, untuk mengawasi jalannya pelayanan para pegawai KUA pada warga, agar pungli tidak lagi terjadi.